Prakata- Mungkin tulisan ini akan sangat telat saya
post, karena keterbatasan jaringan internet yang disebabkan oleh macetnya
donasi bulanan sehingga modem terpaksa cuti sementara waktu. Tulisan ini saya
tulis pada tanggal 21 Juli 2014 bertepatan pada bulan Ramadhan.-
Kurang lebih sebulan setengah yang lalu, genap sudah
usia saya menjadi 21 tahun, yah 21 tahun, “kepala dua” kalau orang sering
bilang, iya, angka depan sudah diawali dengan angka 2, bukan lagi angka 1. 21
tahun,, special? Bisa jadi, Biasa saja? Boleh juga. Status saya sekarang adalah
seorang mahasiswa yang “hampir” menyandang gelar tingkat akhir, semester 6 dan
beranjak semester 7. Seharusnya waktu dimana kita sudah memeulai menata,
menata, menata masa depan, mencari judul skripsi, penelitian, ujian skripsi dan
segala tetek bengeknya, setelah itu berfikir tentang dunia kerja, entah itu
menciptakan lapangan pekerjaan atau mencari lapangan pekerjaan. Atau,,,
memikirkan masa depan untuk berumah tangga?? Menurut saya itu tergantung
prioritas kebutuhan kita. Mana yang sekiranya kita anggap penting, itulah yang
seharusnya kita jalani terlebih dahulu.
Saya adalah seorang gadis biasa yang lahir di sebuah
desa dengan dikeliligni teman-teman sebaya yang sama dengan saya, menjalani
Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, tak sedikit pula
teman-teman yang usianya berada di atas saya atau di bawah saya beberapa tahun.
Setelah itu saya pergi merantau untuk menimba ilmu di kota yang katanya berhawa
sejuk di jawa timur, Malang, ya saya menimba ilmu di kota malang, sehingga saya
sudah jarang bertemu dengan teman-teman saya di kampong halaman. Memasuki
semester pertama di Malang, saya mendapat kabar teman sebangku ketika SD dulu
telah menikah, beberapa hari kemudian, yeman sebangku dan sekelas ketika SMP
juga telah menikah bahkan sudah memiliki anak. Beberapa hari kemudian pula
teman sekelas selama 3 tahun dan sebangku salama 2 tahun ketika SMA mengabari
kalau dia akan menikah. Semester ke dua, keponakan yang juga teman sepermainan
juga memutuskan untuk menikah. Ya, teman-teman di kampong halaman sudah
memutuskan untuk membina rumah tangga masing-masing di usia yang menurut saya
masih relative muda. Kemudian beberapa hari yang lalu, sahabat saya sejak kecil,
tempat curhat saya juga melangsungkan pernikahnnya. Ada juga teman-teman yang
lain yang sering sekali saya jumpai
ketika saya pulang ke kampong halaman saya, mereka bekerja, memulai
bisnis, ada pula yang menjadi pegawai sebuah perusahaan atau menjadi pegawai
took-toko di pasar. Dewas bukan hanya soal sudah menikah saja, tapi bagaimana
ia bisa mempersiapkan hiduonya ke depan, menata dengan baik sesuai prioritas,
merencanakan hal-hal yang akan menjadi “goal” nya di masa depannya dengan
pasti.
Saya- entah mengapa selama ini masih sangat merasa
jika saya ini masih belum dewasa, masih seperti anak-anak, yang punya banyak
keinginan dan cita-cita dan semuanya harus tercapai, apalagi ketika saya
bergabung dengan teman-teman saya sekampus, saya merasa masih belum layak
dianggap “dewasa” . entah karena memiliki ideologis terlalu tinggi atau
bagaimana tapi ketika saya bersama teman-teman kampus saya merasa “dewasa itu
nanti”. Namun ketika sudah di rumah, bertemu dengan orang-orang di lingkungan
sini, dengan orang tua, saya merasa saya sudah seharusnya berfikir demikian,
saya sudah seharusnya melakukan ini,, ini,, seperti ini,, begini dan bla-bla
bla,,,, .
Beberapa hari yang lalu saya chating dengan sahabat
saya yang sudah bekerja dan akan segera melangsungkan pernikahan dengan wanita
idamannya. Dalam diskusi kami yang singkat itu kami membicarakan hal-hal
mengenai masa depan, klise lah “han, kapan kamu nyusul?’ (itu pertanyaan yang
jujur gawe aku muuuangkeeellll) lalu
tiba-tiba saja muncul suatu pemikiran dan kata-kata yang menurutku itu ajaib
yang dating entah dari sudut kamar bagian mana. Kesimpulannya “tak perlu
buru-buru untuk melangkah ke depan, di kiranya nanti karbitan kaya pisang dan
petasan, tak baik juga berleha-leha dan menunda-nunda untuk melangkah, dikiranya
nanti busuk dan telat matang. hadapi
saja yang ada didepan kita sekarang, ini semua adalah proses, kita sedang
menjalani proses dan proses selalu tahap demi tahap sesuai dengan kemampuan dan
kapasitas kita. Kalau kita belum siap berarti kita belum menyelesaikan suatu
proses pada tahap sekarang, begitu juga sebaliknya, waktu selalu tepat membawa
kita pada momen-momen yang memang
seharusnya kita lewati. Prioritaskan apa yang terdekat yang memungkinkan untuk
kita jalani-tapi ingat ada campur Tangan Maha Kuasa yang mensettingnya, manusia
hanya bisa berencana, pada akhirnya tetap Allah yang menentukan” . itu kata kata saat otak saya kelihatannya
sedikit bener. 21 tahun, bukan anak-anak lagi, ini sudah memasuki proses
dewasa, I’am not a children anymore.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar